Rabu, 16 Oktober 2013

Islam in China

Islam in China
Apa yang muncul di benak kita ketika melihat wajah putih kekuningan dengan mata yang sipit? maka biasanya yang terbetik di benak kita adalah: kafir, musyrik, penjajah, pelit, egois, perebut harta pribumi, koruptor, penjual narkoba dan lain-lain. Well, that’s acceptable, kenapa? karena fakta itulah yang mungkin selalu terlihat oleh ummat muslim di Indonesia, sehingga beberapa orang yang berpandangan sempit lalu membenci warga keturunan Cina di negeri mereka tanpa alasan dan dalil yang jelas.
Nah, kali ini kita akan sedikit memperluas pandangan dan me-rekonstruksi perasaan kita tentang orang keturunan Cina ini, karena ternyata Islam bukanlah agama yang asing bagi warga Cina, tidak seperti daerah lain yang muslimnya masih didominasi oleh warga keturunan arab, muslim Cina tersusun dari warga asli mereka sama banyaknya dengan warga pendatang dari keturunan arab.
Sampai sekarang, warga muslim di Cina termasuk banyak, walaupun dibandingkan dengan jumlah penduduk Cina maka terlihat kecil. Persentase terbanyak ada di provinsi Xinjiang yang terletak di barat laut Cina, disana muslim sebanyak 48%. Disebelah timur Xinjiang, propinsi Gansu sebanyak 8% dan sebelah timur Gansu yaitu propinsi Ningxia yang dihuni suku Hui yang muslim menjadi mayoritas di propinsi tersebut. Selain tiga propinsi itu, terdapat propinsi lain yang juga dihuni oleh ratusan ribu muslim seperti propinsi Yunnan asal Zheng He (Cheng Ho), propinsi Hebei (propinsi yang terkenal sebagai tempat para pendekar), dan kota-kota seperti Guangzhou (kota tempat masjid pertama di Cina), Beijing dan Shanghai.
Asal Mula Islam di Negeri Cina
Interaksi antara Cina dan Arab sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum Islam ada di dunia, sekitar abad ke-1 dan ke-2, Arab termasuk tempat persinggahan para pedagang jalur sutera (silk road) untuk berjual beli. Jalur sutera ini terbentang dari Cina sampai ke Konstantinopel. Karena itulah muncul ungkapan arab “tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”, karena pada waktu itu Cina menjadi tempat yang sangat terkenal karena termasuk negeri yang sangat maju peradabannya.


Ketika masa khalifah Utsman bin Affan, beliau meminta kepada paman rasulullah Sa’ad bin Abi Waqqash secara pribadi untuk membangun hubungan dengan negara Cina dengan misi mendakwahkan agama Islam, dan shahabat Sa’ad diterima dengan sangat baik oleh Kaisar Gaozong yang memimpin dinasti Tang, ketika itu Cina mencapai kejayaan peradaban sehingga sangat mudah menerima Islam. Setelah menerima Sa’ad bin Abi Waqqash, kaisar memerintahkan untuk membangun masjid di kota Guangzhou untuk menjadi kenangan dan tanda sepakatnya kepada Islam, dan masjid ini masih berdiri sampai sekarang dan dikenal sebagai masjid Huaisheng (Memorial Mosque).
Islam terus berkembang pada masa dinasti Tang, dinasti Song dan dinasti Yuan, bahkan perkembangan ini sangat menggembirakan, kaum muslim di Cina menguasai perdagangan impor dan ekspor lewat jalur sutera darat maupun laut, sehingga mereka selalu menjabat sebagai direktur jenderal pelayaran.  Pada masa dinasti Yuan, perkampungan awal muslim di Cina disebut dengan Huihui, yang berarti tengah-tengah, dari sinilah akhirnya muncul etnis Hui di Cina, etnis yang dominan beragama Islam yang puritan. Peran kaum muslim semakin besar pada dinasti Yuan, nereka dipekerjakan sebagai pegawai administrasi negara, perpajakan, astronomi, penanggalan dan arsitektur.
Bahkan pada masa itu peradaban Islam tumbuh pesat dan mewarnai kota-kota yang ada di Cina, juga mewarnai gaya hidup orang Cina, dalam kungfu pun, di Cina dikenal kungfu aliran muslim yang hanya diwariskan di pesantren-pesantren dan turun-temurun diantara kaum muslim yang terkenal akan harga dirinya.
Puncak Kejayaan Peradaban Islam di Cina
Puncak peradaban Islam di Cina tercapai ketika masa pemerintahan dinasti Ming, bahkan sejarah menyebutkan 6 jenderal yang paling dipercaya kaisar pertama dinasti Ming adalah muslim. Termasuk diantara jenderal ini adalah Lan Yu Who yang menghentikan serangan tentara Mongol di Tembok Cina dan mengakhiri impian Mongol untuk menduduki Cina. Pada masa dinasti Ming ini pula, Laksamana Zheng He diperintahkan kaisar untuk melakukan 7 ekspedisi ke samudera Hindia pada tahun 1405 – 1433.

Zheng He atau yang lebih dikenal dengan nama Cheng Ho, mempunyai nama asli Ma San Bao adalah seorang Cina Muslim, bangsawan etnis Hui. pada tahun 1405 dia memimpun armada laut yang terdiri dari 62 kapal induk yang berukuran 126 x 52 m (seukuran lapangan sepakbola), dan sekitar 190 kapal pendukung dan total 27.000 awak kapal  .
Perbandingan kapal induk Zheng He dengan kapal Christopher Columbus ketika menemukan AmerikaPerbandingan kapal induk Zheng He dengan kapal Christopher Columbus ketika menemukan Amerika
Menurut beberapa literatur, ekspedisi Zheng He tidak hanya mebawa misi dari kaisar, tetapi dia juga memiliki misi tersendiri yang lebih mulia, yaitu menyebarkan Islam. Ma Huan, seorang muslim yang menemani Zheng He sebagai penerjemah dan penulis pribadi, dalam bukunya ‘The Overall Survey of the Ocean Shores’ (Chinese: 瀛涯勝覽) yang ditulis pada tahun 1416, menjelaskan secara detail tentang tempat-tempat yang disinggahinya, dan menuliskan bahwa Zheng He kerap mengunjungi masjid, memberikan dakwah secara intensif pada tempat-tempat yang dikunjunginya, membangun komunitas muslim disana, lalu membangun masjid untuk mereka.
Tokoh agama HAMKA juga mengatakan “Perkembangan islam di Indonesia dan Malaysia mempunyai pengaruh yang sangat kuat dengan Muslim Cina, Laksamana Zheng He” . Cendekiawan Slamet Muljana menambahkan: “Zheng He membangun komunitas muslim Cina pertamakali di Palembang , kemudian di Kalimantan Barat, kemudian di Jawa, the Selat Malaka lalu ke Filipina”.
Namun pada akhir pemerintahan dinasti Ming, populasi muslim di Cina dibatasi, dan ketika pemerintahan dinasti Qing, kaum muslim mendapatkan perlakuan yang sangat buruk, kaum muslim tidak diperbolehkan untuk menyembelih hewan kurban, membangun masjid yang baru, dan dilarang untuk berhaji ke Makkah serta menerapkan politik belah bambu di kalangan etnis di Cina. Pemerintahan yang represif ini membuahkan 5 pemberontakan suku Hui (muslim) yang mendapatkan tekanan dalam melaksanakan ibadah mereka, untuk menekan penduduk muslim, dinasti Qing membunuh sekitar 7 juta penduduk muslim pada tahun 1855 – 1877.
Dinasti Qing: Awal Mula Penderitaan Muslim Cina
Mao Zedong
Mao Zedong
Setelah runtuhnya dinasti Qing, Sun Yat Sen memproklamasikan berdirinya Republik Cina, yang diikuti dengan pengambilalihan Republik Cina menjadi Republik Rakyat Cina oleh Mao Zedong. Dalam kedua rezim ini kaum muslim mengalami tekanan dan penindasan serta perlakuan diskriminatif yang lebih besar. Dalam Revolusidi Cina, banyak masjid dihancurkan dan ditutup dan al-Qur’an dimusnahkan .
Inilah beberapa catatan kekerasan, penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap kaum muslim, terutama muslim uighur yang ada di xinjiang, secara etnis mereka sangat berbeda dan lebih dekat dengan ras eropa timur, dan menggunakan bahasa turki, oleh karena inilah muslim uighur diperlakukan sebagai warga negara kelas dua  .

Etnis uighur
pada tahun 2009, penguasa Cina menutup 6 sekolah Islam dan menyita buku-buku, tulisan, compact disk, dan rekaman audio, serta menangkap 39 muslim
selama 2008, sekitar 1.300 Muslim uighur ditangkap otoritas cina. Bahkan, 17 orang di antaranya dijebloskan ke penjara Guantanamo.
Anak-anak dibawah 18 tahun dilarang untuk mempelajari dan mempraktikkan Islam. Anak-anak yang menghadiri masjid akan dikeluarkan dari sekolah.
Shalat jum’at harus menggunakan teks pemerintah, imam ditunjuk pemerintah dan absen shalat jum’at diberikan kepada PKC (Partai Komunis Cina).
Di bulan Agustus 2006, polisi menggrebek rumah Aminan Momixi, ketika wanita ini sedang mengajarkan al Quran kepada 37 muridnya. Anak-anak ini tidak dilepaskan hingga orang tuanya membayar denda yang tinggi sekali, sekitar 7000-10000 Yuan – rata-rata gaji per tahun warga uighur adalah  2400 Yuan.
Xinjiang Daily melaporkan bahwa di tahun 2005, 18.227 penduduk di Xinjiang ditahan karena mengancam keamanan negara angka ini naik 25% dari angka tahun 2004
Arus migrasi etnis han oleh pemerintah cina mencapai angka rata-rata 200 ribu orang/tahun. Pada tahun 1936 partai Kuomintang (republik Cina) memperkirakan penduduk muslim ada 48 juta jiwa, namun semenjak Mao Zedong berkuasa dengan PKC maka jumlah itu tinggal 10 juta jiwa.
PKC menutup paksa sebanyak 29.000 masjid di Cina. Di bidang pendidikan sejumlah sekolah Islam ditutup dan sekitar 360 ribu muslim yang ditangkap karena bersekolah di sekolah Islam.
digulirkan kampanye “strike hard” pada 1996, mencakup kebijakan memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, pembatasan pergerakan orang dan tidak menerbitkan paspordan menahan orang-orang yang didicurigai mendukung separatis dan anggota keluarga mereka.
Xinjiang: Penderitaan Muslim di Tanah Penuh Berkah
Tekanan dan kedzaliman yang dilakukan oleh pemerintah Cina semenjak tahun 1911 – 1949 dalam pemerintahan Republik Cina dan 1949 – sekarang oleh RRC membuat muslim uighur maupun muslim hui menjadi sangat gerah. Di Xinjiang, walaupun daerah tersebut sangat kaya dengan minyak dan pariwisatanya, namun penduduk uighur hidup dalam kemiskinan dan tekanan dalam ibadah mereka. Pemerintah Cina seolah-olah ingin mengatakan “Kami mau harta di Xinjiang tetapi tidak menginginkan orang-orang uighur”. Akumulasi tekanan dan penindasan inilah yang menjadi cikal bakal kerusuhan-kerusuhan di Xinjiang, termasuk terakhir yang terjadi 5 Juli 2009 lalu.
Tercatat sekitar 184 orang meninggal 1434 orang dipenjara dan 1680 lainnya terluka dalam bentrok aparat dengan muslim uighur. Dan yang lebih parah lagi, setelah kejadian itu, pemerintah Cina seolah membiarkan ketika kejadian ini berganti menjadi kerusuhan etnis. Setelah pemerintah dan aparat keamanan yang menghabisi etnis uighur, giliran suku Han yang dipancing untuk menghabisi etnis uighur, dan ini dibiarkan begitu saja oleh pemerintah Cina. Lebih menuakitkan lagi, sampai sekarang aparat Cina mengepung kota Urumqi dengan tentara yang sangat banyak dan melarang shalat jum’at bagi orang muslim uighur.
Bagaimana reaksi Indonesia dalam kasus ini? seperti biasa dan seperti yang sudah kita saksikan pada kasus Muslim Palestina yang dibantai Israel dan Muslim Rohingya yang disiksa Myanmar dan Thailand, yaitu pemerintah RI memutuskan untuk tidak ikut campur. Dubes RI untuk Cina, Sudrajat menyampaikan “Apa yang terjadi di Xinjiang adalah urusan dalam negeri China dan kita menghormati kedaulatannya dan tidak akan campur tangan masalah itu.” (Antara, 12/7/2009)
Padahal mereka telah menyaksikan:
Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan (HR. Bukhari dan Muslim).
Umat Muslim adalah satu ummat satu sama lain tanah mereka adalah satu, perang mereka adalah satu, perdamaian mereka adalah satu dan kebenaran mereka adalah satu (HR. Muslim).
Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam (HR. Muslim).
Akar Masalah dan Solusi
Setidaknya ada 2 kemungkinan sebab kejadian kerusuhan Xinjiang ini terjadi:
Kota minyak di Xinjiang
Kota minyak di Xinjiang
1.    Penindasan terhadap muslim Xinjiang dan ketidakadilan dari pemerintah Cina adalah suatu hal yang wajar ketika kita mengetahui bahwa Xinjiang adalah wilayah yang sangat kaya. Xinjiang menguasai 20 persen cadangan potensial minyak di Cina, dan pemerintah Cina telah mengeluarkan laporan bahwa Xinjiang akan menjadi pusat industri mintak Cina dalam 10 tahun kedepan. Selain itu pemerintah Cina memperoleh pendapatan dari pariwisata rata-rata Rp. 15 trilliun/tahun . Sehingga pemerintah Cina perlu untuk merantai Xinjiang dengan cara melakukan penindasan-penindasan dan migrasi penduduk etnis han kesana.
2.    Amerika berkepentingan untuk menjaga stabilitas di asia dengan cara mengurung cina (containing China) dan menjaga agar jangan sampai negara-negara yang mengelilingi Cina (Pakistan, Afghanistan, Kyrgistan, Uzbekistan, termasuk Tibet dan Xinjiang) berada dalam pengaruh Cina. Oleh karena itu, AS pasti akan selalu menyulut api pertikaian disini seperti yang jelas-jelas dilakukannya kepada Kashmir, Tibet, Pakistan dan Afghanistan saat ini. Semua ini didasarkan pada ketakutan AS atas prediksi Samuel Huntington dalam bukunya Clash of Civilization: Remaking the World Order, bahwa tantangan paling serius bagi hegemoni Amerika pada masa mendatang adalah revivalisme Islam dan peradaban Cina. Hal ini juga ditegaskan oleh Will Hutton, seorang ekonom dan juga think-tank para pemimpin AS yang menyampaikan bahwa Islam radikal merepresentasikan tantangan terbesar bagi peradaban Barat setelah runtuhnya fasisme dan Komunisme. Senada dengan itu, Michael Buriyev, Ketua Parlemen Rusia seolah memperingatkan AS dengan prediksinya bahwa dunia sedang menuju menjadi 5 negara besar: Rusia, Cina, Khilafah Islam, Konfederasi Dua Amerika, dan India jika India bisa bebas dari cengkraman Islam yang mengurungnya. Maka AS tidak akan mau kecolongan dengan Cina dan Khilafah, maka ia terus menghambat kemungkinan keduanuya untuk muncul.
Semua ini harusnya memberikan kita sebuah gambaran yang sangat jelas, tentang apa yang bisa menyelesaikan permasalahan di Xinjiang. dan memberikan petunjuk yang sharih tentang apa yang harus kita lakukan sebagai kewajiban kita yang paling besar dan utama. Maka urusan ini adalah Khilafah Islamiyyah. Sungguh semua solusi telah dicoba dan diterapkan dan ternyata menghasilkan hasil nol besar. Hanya persatuan kaum muslim dalam bingkai Khilafah Islam yang secara teoritis dan praktis bisa menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh kaum muslim dimanapun mereka berada.
Mari kita merenung sejenak. Idul Fitri tahun 2008 lalu, saya sempat bertemu dengan saudara-saudara saya dari Xinjiang, mereka menyampaikan betapa parahnya keadaan di tempat mereka, bayangkan saja, untuk “nyantri” Islam mereka harus menempuh perjalanan sampai ke Indonesia, Yaman ataupun negeri-negeri lain. Yang ketika mereka kembali ke negerinya, mereka baru boleh berdakwah jika sesuai dengan keinginan PKC. Mereka menyampaikan kepada saya perihal pelarangan shalat jum’at, pelarangan shalat ied, melarang untuk mengadakan halqah dan sejenisnya, dan banyak lagi tekanan yang mereka dapatkan bila mereka dicurigai pemerintah Cina, dan bukan hanya mereka yang ditangkap, tetapi keluarga mereka yang jadi korban
Sekarang bandingkan dengan kita, bila kita tidak suka dengan suatu hukum kufur dan thaghut, bila kita merasa sesuatu tidak syar’I, bila kita merasa Islam dihina: KITA BISA BERGERAK! KITA BISA BERBICARA! tapi kenapa kita masih mengunci mulut kita dengan sejuta alasan, dan memberatkan kaki dan tangan kita dengan batu-batu cinta dunia dan takut mati?! Apakah surga sudah menjadi pertukaran yang murah?! haruskah sampai ada senapan dan bedil didepan mata kita baru kita akan bergerak? haruskah ketika Izrail menjemput kita baru bersedia berbicara?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar