Islam in China
Apa yang muncul di benak kita ketika
melihat wajah putih kekuningan dengan mata yang sipit? maka biasanya
yang terbetik di benak kita adalah: kafir, musyrik, penjajah, pelit,
egois, perebut harta pribumi, koruptor, penjual narkoba dan lain-lain.
Well, that’s acceptable, kenapa? karena fakta itulah yang mungkin selalu
terlihat oleh ummat muslim di Indonesia, sehingga beberapa orang yang
berpandangan sempit lalu membenci warga keturunan Cina di negeri mereka
tanpa alasan dan dalil yang jelas.
Nah, kali ini kita akan sedikit
memperluas pandangan dan me-rekonstruksi perasaan kita tentang orang
keturunan Cina ini, karena ternyata Islam bukanlah agama yang asing bagi
warga Cina, tidak seperti daerah lain yang muslimnya masih didominasi
oleh warga keturunan arab, muslim Cina tersusun dari warga asli mereka
sama banyaknya dengan warga pendatang dari keturunan arab.
Sampai
sekarang, warga muslim di Cina termasuk banyak, walaupun dibandingkan
dengan jumlah penduduk Cina maka terlihat kecil. Persentase terbanyak
ada di provinsi Xinjiang yang terletak di barat laut Cina, disana muslim
sebanyak 48%. Disebelah timur Xinjiang, propinsi Gansu sebanyak 8% dan
sebelah timur Gansu yaitu propinsi Ningxia yang dihuni suku Hui yang
muslim menjadi mayoritas di propinsi tersebut. Selain tiga propinsi itu,
terdapat propinsi lain yang juga dihuni oleh ratusan ribu muslim
seperti propinsi Yunnan asal Zheng He (Cheng Ho), propinsi Hebei
(propinsi yang terkenal sebagai tempat para pendekar), dan kota-kota
seperti Guangzhou (kota tempat masjid pertama di Cina), Beijing dan
Shanghai.
Asal Mula Islam di Negeri Cina
Interaksi antara Cina dan Arab
sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum Islam ada di dunia, sekitar abad
ke-1 dan ke-2, Arab termasuk tempat persinggahan para pedagang jalur
sutera (silk road) untuk berjual beli. Jalur sutera ini terbentang dari
Cina sampai ke Konstantinopel. Karena itulah muncul ungkapan arab
“tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”, karena pada waktu itu Cina
menjadi tempat yang sangat terkenal karena termasuk negeri yang sangat
maju peradabannya.
Ketika masa khalifah Utsman bin Affan,
beliau meminta kepada paman rasulullah Sa’ad bin Abi Waqqash secara
pribadi untuk membangun hubungan dengan negara Cina dengan misi
mendakwahkan agama Islam, dan shahabat Sa’ad diterima dengan sangat baik
oleh Kaisar Gaozong yang memimpin dinasti Tang, ketika itu Cina
mencapai kejayaan peradaban sehingga sangat mudah menerima Islam.
Setelah menerima Sa’ad bin Abi Waqqash, kaisar memerintahkan untuk
membangun masjid di kota Guangzhou untuk menjadi kenangan dan tanda
sepakatnya kepada Islam, dan masjid ini masih berdiri sampai sekarang
dan dikenal sebagai masjid Huaisheng (Memorial Mosque).
Islam terus berkembang pada masa dinasti
Tang, dinasti Song dan dinasti Yuan, bahkan perkembangan ini sangat
menggembirakan, kaum muslim di Cina menguasai perdagangan impor dan
ekspor lewat jalur sutera darat maupun laut, sehingga mereka selalu
menjabat sebagai direktur jenderal pelayaran. Pada masa dinasti Yuan,
perkampungan awal muslim di Cina disebut dengan Huihui, yang berarti
tengah-tengah, dari sinilah akhirnya muncul etnis Hui di Cina, etnis
yang dominan beragama Islam yang puritan. Peran kaum muslim semakin
besar pada dinasti Yuan, nereka dipekerjakan sebagai pegawai
administrasi negara, perpajakan, astronomi, penanggalan dan arsitektur.
Bahkan pada masa itu peradaban Islam
tumbuh pesat dan mewarnai kota-kota yang ada di Cina, juga mewarnai gaya
hidup orang Cina, dalam kungfu pun, di Cina dikenal kungfu aliran
muslim yang hanya diwariskan di pesantren-pesantren dan turun-temurun
diantara kaum muslim yang terkenal akan harga dirinya.
Puncak Kejayaan Peradaban Islam di Cina
Puncak peradaban Islam di Cina tercapai
ketika masa pemerintahan dinasti Ming, bahkan sejarah menyebutkan 6
jenderal yang paling dipercaya kaisar pertama dinasti Ming adalah
muslim. Termasuk diantara jenderal ini adalah Lan Yu Who yang
menghentikan serangan tentara Mongol di Tembok Cina dan mengakhiri
impian Mongol untuk menduduki Cina. Pada masa dinasti Ming ini pula,
Laksamana Zheng He diperintahkan kaisar untuk melakukan 7 ekspedisi ke
samudera Hindia pada tahun 1405 – 1433.
Zheng He atau yang lebih dikenal dengan
nama Cheng Ho, mempunyai nama asli Ma San Bao adalah seorang Cina
Muslim, bangsawan etnis Hui. pada tahun 1405 dia memimpun armada laut
yang terdiri dari 62 kapal induk yang berukuran 126 x 52 m (seukuran
lapangan sepakbola), dan sekitar 190 kapal pendukung dan total 27.000
awak kapal .
Menurut beberapa literatur, ekspedisi
Zheng He tidak hanya mebawa misi dari kaisar, tetapi dia juga memiliki
misi tersendiri yang lebih mulia, yaitu menyebarkan Islam. Ma Huan,
seorang muslim yang menemani Zheng He sebagai penerjemah dan penulis
pribadi, dalam bukunya ‘The Overall Survey of the Ocean Shores’
(Chinese: 瀛涯勝覽) yang ditulis pada tahun 1416, menjelaskan secara detail
tentang tempat-tempat yang disinggahinya, dan menuliskan bahwa Zheng He
kerap mengunjungi masjid, memberikan dakwah secara intensif pada
tempat-tempat yang dikunjunginya, membangun komunitas muslim disana,
lalu membangun masjid untuk mereka.
Tokoh agama HAMKA juga mengatakan
“Perkembangan islam di Indonesia dan Malaysia mempunyai pengaruh yang
sangat kuat dengan Muslim Cina, Laksamana Zheng He” . Cendekiawan Slamet
Muljana menambahkan: “Zheng He membangun komunitas muslim Cina
pertamakali di Palembang , kemudian di Kalimantan Barat, kemudian di
Jawa, the Selat Malaka lalu ke Filipina”.
Namun pada akhir pemerintahan dinasti
Ming, populasi muslim di Cina dibatasi, dan ketika pemerintahan dinasti
Qing, kaum muslim mendapatkan perlakuan yang sangat buruk, kaum muslim
tidak diperbolehkan untuk menyembelih hewan kurban, membangun masjid
yang baru, dan dilarang untuk berhaji ke Makkah serta menerapkan politik
belah bambu di kalangan etnis di Cina. Pemerintahan yang represif ini
membuahkan 5 pemberontakan suku Hui (muslim) yang mendapatkan tekanan
dalam melaksanakan ibadah mereka, untuk menekan penduduk muslim, dinasti
Qing membunuh sekitar 7 juta penduduk muslim pada tahun 1855 – 1877.
Dinasti Qing: Awal Mula Penderitaan Muslim Cina
Setelah runtuhnya dinasti Qing, Sun Yat
Sen memproklamasikan berdirinya Republik Cina, yang diikuti dengan
pengambilalihan Republik Cina menjadi Republik Rakyat Cina oleh Mao
Zedong. Dalam kedua rezim ini kaum muslim mengalami tekanan dan
penindasan serta perlakuan diskriminatif yang lebih besar. Dalam
Revolusidi Cina, banyak masjid dihancurkan dan ditutup dan al-Qur’an
dimusnahkan .
Inilah beberapa catatan kekerasan,
penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap kaum muslim, terutama
muslim uighur yang ada di xinjiang, secara etnis mereka sangat berbeda
dan lebih dekat dengan ras eropa timur, dan menggunakan bahasa turki,
oleh karena inilah muslim uighur diperlakukan sebagai warga negara kelas
dua .
pada tahun 2009, penguasa Cina menutup 6
sekolah Islam dan menyita buku-buku, tulisan, compact disk, dan rekaman
audio, serta menangkap 39 muslim
selama 2008, sekitar 1.300 Muslim uighur ditangkap otoritas cina. Bahkan, 17 orang di antaranya dijebloskan ke penjara Guantanamo.
selama 2008, sekitar 1.300 Muslim uighur ditangkap otoritas cina. Bahkan, 17 orang di antaranya dijebloskan ke penjara Guantanamo.
Anak-anak dibawah 18 tahun dilarang
untuk mempelajari dan mempraktikkan Islam. Anak-anak yang menghadiri
masjid akan dikeluarkan dari sekolah.
Shalat jum’at harus menggunakan teks pemerintah, imam ditunjuk pemerintah dan absen shalat jum’at diberikan kepada PKC (Partai Komunis Cina).
Shalat jum’at harus menggunakan teks pemerintah, imam ditunjuk pemerintah dan absen shalat jum’at diberikan kepada PKC (Partai Komunis Cina).
Di bulan Agustus 2006, polisi menggrebek
rumah Aminan Momixi, ketika wanita ini sedang mengajarkan al Quran
kepada 37 muridnya. Anak-anak ini tidak dilepaskan hingga orang tuanya
membayar denda yang tinggi sekali, sekitar 7000-10000 Yuan – rata-rata
gaji per tahun warga uighur adalah 2400 Yuan.
Xinjiang Daily melaporkan bahwa di tahun
2005, 18.227 penduduk di Xinjiang ditahan karena mengancam keamanan
negara angka ini naik 25% dari angka tahun 2004
Arus migrasi etnis han oleh pemerintah
cina mencapai angka rata-rata 200 ribu orang/tahun. Pada tahun 1936
partai Kuomintang (republik Cina) memperkirakan penduduk muslim ada 48
juta jiwa, namun semenjak Mao Zedong berkuasa dengan PKC maka jumlah itu
tinggal 10 juta jiwa.
PKC menutup paksa sebanyak 29.000 masjid
di Cina. Di bidang pendidikan sejumlah sekolah Islam ditutup dan
sekitar 360 ribu muslim yang ditangkap karena bersekolah di sekolah
Islam.
digulirkan kampanye “strike hard” pada 1996, mencakup kebijakan memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, pembatasan pergerakan orang dan tidak menerbitkan paspordan menahan orang-orang yang didicurigai mendukung separatis dan anggota keluarga mereka.
digulirkan kampanye “strike hard” pada 1996, mencakup kebijakan memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, pembatasan pergerakan orang dan tidak menerbitkan paspordan menahan orang-orang yang didicurigai mendukung separatis dan anggota keluarga mereka.
Xinjiang: Penderitaan Muslim di Tanah Penuh Berkah
Tekanan dan kedzaliman yang dilakukan
oleh pemerintah Cina semenjak tahun 1911 – 1949 dalam pemerintahan
Republik Cina dan 1949 – sekarang oleh RRC membuat muslim uighur maupun
muslim hui menjadi sangat gerah. Di Xinjiang, walaupun daerah tersebut
sangat kaya dengan minyak dan pariwisatanya, namun penduduk uighur hidup
dalam kemiskinan dan tekanan dalam ibadah mereka. Pemerintah Cina
seolah-olah ingin mengatakan “Kami mau harta di Xinjiang tetapi tidak
menginginkan orang-orang uighur”. Akumulasi tekanan dan penindasan
inilah yang menjadi cikal bakal kerusuhan-kerusuhan di Xinjiang,
termasuk terakhir yang terjadi 5 Juli 2009 lalu.
Tercatat sekitar 184 orang meninggal
1434 orang dipenjara dan 1680 lainnya terluka dalam bentrok aparat
dengan muslim uighur. Dan yang lebih parah lagi, setelah kejadian itu,
pemerintah Cina seolah membiarkan ketika kejadian ini berganti menjadi
kerusuhan etnis. Setelah pemerintah dan aparat keamanan yang menghabisi
etnis uighur, giliran suku Han yang dipancing untuk menghabisi etnis
uighur, dan ini dibiarkan begitu saja oleh pemerintah Cina. Lebih
menuakitkan lagi, sampai sekarang aparat Cina mengepung kota Urumqi
dengan tentara yang sangat banyak dan melarang shalat jum’at bagi orang
muslim uighur.
Bagaimana reaksi Indonesia dalam kasus
ini? seperti biasa dan seperti yang sudah kita saksikan pada kasus
Muslim Palestina yang dibantai Israel dan Muslim Rohingya yang disiksa
Myanmar dan Thailand, yaitu pemerintah RI memutuskan untuk tidak ikut
campur. Dubes RI untuk Cina, Sudrajat menyampaikan “Apa yang terjadi di
Xinjiang adalah urusan dalam negeri China dan kita menghormati
kedaulatannya dan tidak akan campur tangan masalah itu.” (Antara, 12/7/2009)
Padahal mereka telah menyaksikan:
Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan (HR. Bukhari dan Muslim).
Umat Muslim adalah satu ummat satu sama
lain tanah mereka adalah satu, perang mereka adalah satu, perdamaian
mereka adalah satu dan kebenaran mereka adalah satu (HR. Muslim).
Perumpamaan orang-orang beriman dalam
hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu
tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit maka seluruh tubuh
turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam (HR. Muslim).
Akar Masalah dan Solusi
Setidaknya ada 2 kemungkinan sebab kejadian kerusuhan Xinjiang ini terjadi:
1. Penindasan terhadap muslim
Xinjiang dan ketidakadilan dari pemerintah Cina adalah suatu hal yang
wajar ketika kita mengetahui bahwa Xinjiang adalah wilayah yang sangat
kaya. Xinjiang menguasai 20 persen cadangan potensial minyak di Cina,
dan pemerintah Cina telah mengeluarkan laporan bahwa Xinjiang akan
menjadi pusat industri mintak Cina dalam 10 tahun kedepan. Selain itu
pemerintah Cina memperoleh pendapatan dari pariwisata rata-rata Rp. 15
trilliun/tahun . Sehingga pemerintah Cina perlu untuk merantai Xinjiang
dengan cara melakukan penindasan-penindasan dan migrasi penduduk etnis
han kesana.
2. Amerika berkepentingan untuk
menjaga stabilitas di asia dengan cara mengurung cina (containing China)
dan menjaga agar jangan sampai negara-negara yang mengelilingi Cina
(Pakistan, Afghanistan, Kyrgistan, Uzbekistan, termasuk Tibet dan
Xinjiang) berada dalam pengaruh Cina. Oleh karena itu, AS pasti akan
selalu menyulut api pertikaian disini seperti yang jelas-jelas
dilakukannya kepada Kashmir, Tibet, Pakistan dan Afghanistan saat ini.
Semua ini didasarkan pada ketakutan AS atas prediksi Samuel Huntington
dalam bukunya Clash of Civilization: Remaking the World Order, bahwa
tantangan paling serius bagi hegemoni Amerika pada masa mendatang adalah
revivalisme Islam dan peradaban Cina. Hal ini juga ditegaskan oleh Will
Hutton, seorang ekonom dan juga think-tank para pemimpin AS yang
menyampaikan bahwa Islam radikal merepresentasikan tantangan terbesar
bagi peradaban Barat setelah runtuhnya fasisme dan Komunisme. Senada
dengan itu, Michael Buriyev, Ketua Parlemen Rusia seolah memperingatkan
AS dengan prediksinya bahwa dunia sedang menuju menjadi 5 negara besar:
Rusia, Cina, Khilafah Islam, Konfederasi Dua Amerika, dan India jika
India bisa bebas dari cengkraman Islam yang mengurungnya. Maka AS tidak
akan mau kecolongan dengan Cina dan Khilafah, maka ia terus menghambat
kemungkinan keduanuya untuk muncul.
Semua ini harusnya memberikan kita
sebuah gambaran yang sangat jelas, tentang apa yang bisa menyelesaikan
permasalahan di Xinjiang. dan memberikan petunjuk yang sharih tentang
apa yang harus kita lakukan sebagai kewajiban kita yang paling besar dan
utama. Maka urusan ini adalah Khilafah Islamiyyah. Sungguh semua solusi
telah dicoba dan diterapkan dan ternyata menghasilkan hasil nol besar.
Hanya persatuan kaum muslim dalam bingkai Khilafah Islam yang secara
teoritis dan praktis bisa menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh
kaum muslim dimanapun mereka berada.
Mari kita merenung sejenak. Idul Fitri
tahun 2008 lalu, saya sempat bertemu dengan saudara-saudara saya dari
Xinjiang, mereka menyampaikan betapa parahnya keadaan di tempat mereka,
bayangkan saja, untuk “nyantri” Islam mereka harus menempuh perjalanan
sampai ke Indonesia, Yaman ataupun negeri-negeri lain. Yang ketika
mereka kembali ke negerinya, mereka baru boleh berdakwah jika sesuai
dengan keinginan PKC. Mereka menyampaikan kepada saya perihal pelarangan
shalat jum’at, pelarangan shalat ied, melarang untuk mengadakan halqah
dan sejenisnya, dan banyak lagi tekanan yang mereka dapatkan bila mereka
dicurigai pemerintah Cina, dan bukan hanya mereka yang ditangkap,
tetapi keluarga mereka yang jadi korban
Sekarang bandingkan dengan kita, bila
kita tidak suka dengan suatu hukum kufur dan thaghut, bila kita merasa
sesuatu tidak syar’I, bila kita merasa Islam dihina: KITA BISA BERGERAK! KITA BISA BERBICARA!
tapi kenapa kita masih mengunci mulut kita dengan sejuta alasan, dan
memberatkan kaki dan tangan kita dengan batu-batu cinta dunia dan takut
mati?! Apakah surga sudah menjadi pertukaran yang murah?! haruskah
sampai ada senapan dan bedil didepan mata kita baru kita akan bergerak?
haruskah ketika Izrail menjemput kita baru bersedia berbicara?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar